MENSINERGIKAN LINGKUNGAN TERHADAP SISWA: SUATU MODEL PEMBELAJARAN

Posted: 23 Januari 2010 by Miftah in Pendidikan
Tag:,

A. Pendahuluan

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran.

Salah satu tolok ukur professional guru dapat ditunjukan melalui kualitas proses pembelajaran yang digambarkan melalui pembelajaran yang berkualitas dengan menerapkan model-model pembelajaran. Makalah ini akan memaparkan salah satu model pembalajaran.

B. Teori Model Pembelajaran Konseptual

Model pembelajaran konseptual ini dikembangkan oleh David Hunt, Harvey dan Schroder rekan-rekannya. Teori ini menjelaskan tentang perkembangan manusia dalam kerangka sistem yang semakin kompleks untuk memproses informasi tentang orang, benda, dan peristiwa. Model pembelajaran konstektual merupakan fungsi interaktif seseorang dalam mengembangkan kepribadian dan kondisi lingkungan yang dijumpainya. Pembelajaran yang optimal terjadi saat lingkungan memfasilitasi kerja konseptual yang diperlukan untuk seseorang. Bila kondisi lingkungan tidak optimal, maka berbagai perubahan yang tidak diinginkan dapat diasumsikan terjadi.

Salah satu tujuan Hunt adalah untuk membantu kita merencanakan lingkungan agar orang berkembang secara konseptual. Kedua, karena orang-orang pada tahap perkembangan mempunyai reaksi yang berbeda-beda, dia ingin membantu kita membentuk strategi pengajaran yang sesuai dengan perkembangan peserta didik. Secara teoritis, semakin dekat sebuah strategi pengajaran disesuaikan dengan tingkat konseptual pelajar, maka proses belajar akan berlangsung dengan baik.

Hunt menjelaskan dalam bukunya alasan ia mengembangkan model pembelajaran seperti ini, yaitu karena pertama, ada badan penelitian yang secara langsung mengeksplorasi perkembangan konseptual dan berbagai model pengajaran. Kedua, teori itu sendiri sumber yang menarik dari pendekatan perkembangan anak, pengasuhan anak, konseling dan mengajar. Ketiga, pengembangan konseptual merupakan suatu tujuan pendidikan.

Seperti disebutkan sebelumnya, fokus dari model pembelajaran konseptual adalah pada kompleksitas kognitif pembelajar (kerumitan pengolahan sistem informasinya). Hunt dan rekan-rekannya juga mempelajari karakteristik pelajar lain yang mempengaruhi kapasitas pemrosesan informasi, seperti orientasi motivasi mereka, orientasi nilai mereka (tentang perasaan dan keyakinan), dan orientasi sensorik mereka (apakah mereka belajar lebih baik melalui beberapa indra daripada yang mereka lakukan melalui orang lain?). Jadi, model ini berfokus pada tingkat konseptual (kognitif orientasi).

C. Tingkat Kompleksitas Kepribadian

Pola perilaku tertentu mempunyai tingkat kerumitan karakteristik yang berbeda. Schroder, Driver, dan Steufert mengidentifikasi dan menguraikan empat tingkatan: kompleksitas rendah, kompleksitas sedang, kompleksitas cukup tinggi, dan kompleksitas tinggi.

Kompleksitas Rendah

Ciri-ciri perilaku individu yang rendah kompleksitas:

  1. Kategoris, berpikir hitam-putih. Rangsangan diskriminasi atau membeda-bedakan sesuatu selalu ada pada level ini. Misalnya selalu membedakan antara orang kulit putih, hitam atau berwarna, antara kaya dan miskin, dan lain sebagainya.
  2. Meminimalkan konflik. Suatu stimulan, baik yang masuk ke dalam sebuah kategori atau dikeluarkan dari pertimbangan. Tidak ada cara konseptual yang dapat menghasilkan alternatif/solusi cepat dalam menentukan pilihan atau situasi konflik.
  3. Kompleksitas Sedang

Karakteristik utama dari tingkat struktural kedua ini adalah adanya suatu peralatan konseptual yang mampu menghasilkan dimensi organisasi alternatif. Artinya, jika terdapat tiga dimensi, seperti struktur akan memberikan setidaknya dua kemungkinan aturan untuk mengkombinasikan dimensi-dimensi ini.

Kompleksitas Cukup Tinggi

Pada level ini manusia menggabungkan dan menggunakan dua sistem alternatif penafsiran yang dapat meningkatkan jumlah solusi alternatif yang dapat dihasilkan. Seseorang yang berfungsi pada tingkat ini dapat melihat situasi sosial dalam hal dua sudut pandang, melihat salah satu dalam hubungan dengan yang lain, merasakan efek dari satu kepada yang lain. Dia mampu menghasilkan proses penyesuaian strategis, di mana efek perilaku dari satu sudut pandang dilihat sebagai mempengaruhi situasi dilihat dari sudut pandang lain.

Kompleksitas Tinggi

Struktur tingkat tinggi termasuk tambahan dan mempunyai potensi yang lebih kompleks untuk mengatur skema tambahan dalam cara-cara lain. Pada tingkat keempat, perbandingan aturan dapat lebih terintegrasi. Alternatif kombinasi kompleksitas memberikan potensi untuk menghubungkan dan membandingkan sistem yang berbeda variabel interaksinya.

D. Mengoptimalkan Pelatihan

Menurut Harvey, Hunt, dan Schroder, prosedur terbaik untuk melatih seorang individu menjadi baik ke arah kompleksitas dan fleksibilitas untuk menyesuaikan kepribadian, maka pada tahap perkembangan diperlukan latihan dengan lingkungan yang disesuaikan dengan karakteristik tahap tersebut. Bagan berikut meringkas empat tingkat konseptual sebagaimana dijelaskan sebelumnya dan menunjukkan secara umum pelatihan lingkungan yang sesuai:

No.

Tahap Karakteristik

Pelatihan Optimal

1.

Tahap ini dicirikan dengan pola respon yang tetap. Individu cenderung untuk melihat hal-hal evaluatif, yaitu dalam hal hak-hak dan kesalahan dan ia cenderung mengkategorikan dunia dalam hal stereotip. Dia tidak menyukai hubungan sosial. Dia cenderung menolak informasi yang tidak cocok dengan keyakinannya atau mendistorsi informasi untuk menyimpannya dalam kategori yang ada. Untuk menghasilkan perkembangan dari tahap ini, pelatihan lingkungan harus terstruktur dengan baik, karena orang semacam ini akan menjadi semakin nyata dan kaku dalam sebuah sistem sosial yang terlalu terbuka. Pada saat yang sama, bagaimanapun, lingkungan harus membantu membentuk kepribadian sedemikian rupa sehingga individu mulai melihat dirinya sendiri sebagai orang yang berbeda dengan apa yang diyakininya dan bahwa hak-hak dan kesalahan dalam suatu situasi, serta aturan-aturan dalam suatu situasi, dapat dinegosiasikan. Singkatnya, lingkungan optimal bagi dirinya adalah mendukung, terstruktur, dan cukup mengendalikan, tetapi dengan tekanan pada penggambaran diri dan negosiasi.

2.

Pada tahap ini individu dicirikan dengan melepaskan diri dari aturan-aturan kaku dan keyakinan. Dia selalu melakukan perlawanan terhadap otoritas dan cenderung melawan kontrol dari semua sumber, bahkan yang tanpa kewenangan seseorang. Dia cenderung mendikotomikan lingkungan. Dia  memiliki kesulitan melihat sudut pandang orang lain, dan kesulitan dalam menjaga keseimbangan antara orientasi tugas dan hubungan interpersonal. Solusi yang disarankan adalah mengambil tempat yang tepat, dan kebutuhan individu untuk mulai membangun kembali hubungan dengan orang lain, untuk mulai mengambil sudut pandang orang lain, dan melihat bagaimana mereka beroperasi dalam situasi. Akibatnya, lingkungan pelatihan perlu menekankan negosiasi dalam hubungan interpersonal dan perbedaan dalam pengembangan aturan dan konsep.

3.

Pada tahap ini, individu mulai membangun kembali hubungan baik dengan orang lain dan mempunyai sudut pandang berbeda. Dalam penemuan hubungan barunya dengan orang lain ia memiliki beberapa kesulitan menjaga orientasi tugas karena kepeduliannya dengan perkembangan hubungan interpersonal. Namun dia mulai mempunyai keseimbangan alternatif dan membangun jembatan konsep-konsep yang berbeda pandangan dan ide-ide yang tampaknya bertentangan satu sama lain. Pelatihan lingkungan pada titik ini harus membangun kembali hubungan interpersonal yang kuat, tetapi penekanan juga harus ditempatkan pada tugas-tugas dimana individu sebagai anggota kelompok melanjutkan ke arah tujuan serta menjaga dirinya sendiri dengan orang lain. Jika lingkungan terlalu protektif pada titik ini, individu bisa gagal pada tahap ini, dan walaupun dia mungkin terus mengembangkan keterampilan hubungan interpersonal, akan tidak mungkin untuk mengembangkan keahlian dalam konseptualisasi lebih lanjut atau untuk menjaga dirinya sendiri dalam tugas berorientasi situasi.

4.

Individu mampu mempertahankan perspektif yang seimbang terhadap orientasi tugas dan pemeliharaan hubungan interpersonal. Ia dapat membangun konstruksi baru dan keyakinan, karena ini diperlukan dalam rangka untuk mengakomodasi perubahan situasi dan informasi baru. Di samping itu, ia dapat bernegosiasi dengan orang lain aturan atau konvensi-konvensi yang akan mengatur perilaku di bawah kondisi tertentu, dan dapat bekerja dengan orang lain untuk menetapkan program-program tindakan dan bernegosiasi dengan sistem konseptual mereka untuk mendekati masalah-masalah yang abstrak. Individu ini sudah dapat beradaptasi, ia tidak diragukan lagi untuk dapat bergaul yang baik antar personal, berorientasi informasi lingkungan yang kompleks.

E. Aplikasi Model Pembelajaran Konseptual

Guru memiliki tiga tugas penting dalam kaitannya dengan sistem konseptual anak. Pertama, ia dapat belajar untuk membedakan anak-anak sesuai dengan tingkat perkembangan. Kedua, karena individu-individu dari berbagai tingkat kompleksitas integratif terlihat sangat berbeda di lingkungan yang berbeda, guru harus menciptakan sebuah lingkungan yang disesuaikan dengan kompleksitas siswa. Ketiga, lingkungan dapat dibuat untuk meningkatkan kompleksitas integratif individu, yaitu mengidentifikasikan lingkungan yang optimal untuk perkembangan kepribadian.

Tugas pertama adalah membedakan tingkat konseptual individu yang akan berdampak pada tingkat konseptual dengan dunia persepsi. Dunia nyata bagi orang yang mempunyai kompleksitas rendah (yang menganggap lingkungannya statis, lebih suka hubungan hirarkis, evaluatif, dan terlihat stres dalam menghadapi permasalahan) adalah sangat berbeda dari dunia nyata seseorang yang mempunyai kompleksitas tinggi (yang dapat menghasilkan banyak solusi alternatif untuk mengatasi stres dan oposisi, menerima tanggung jawab untuk menciptakan aturan-aturan dalam situasi baru, dan dapat dengan mudah membangun jembatan konseptual antara dirinya sendiri dan solusi masalah). Individu pertama tidak mungkin adaptif atau fleksibel, sedangkan individu kedua kemungkinan memiliki kemampuan untuk menghasilkan solusi baru untuk masalah-masalah dan beradaptasi dengan perubahan kondisi. Sebagai contoh, fisikawan dewasa yang mempunyai tingkat pengetahuan sama akan sangat berbeda dalam kompleksitas integratif serta diharapkan dapat mengatasi situasi masalah yang berbeda pula. Demikian pula, seorang anak sekolah dasar yang kompleksitasnya rendah diharapkan dapat melihat kekacauan sipil berbeda dari seorang individu kompleksitas tinggi.

Dengan kata lain, untuk pertumbuhan kompleksitas yang optimal, siswa perlu terkena lingkungan yang cocok dengan karakteristik dunianya. Lingkungan dimana individu yang kompleks akan berkembang dan menjadi stres bagi orang kompleksitas rendah. Ada banyak implikasi di sini untuk teori dan praktik pendidikan.

Tugas selanjutnya adalah menyediakan lingkungan yang akan membantu individu menjadi lebih kompleks. Hipotesis yang paling masuk akal saat ini adalah upaya untuk memimpin mengembangkan kompleksitas orang itu menjadi lebih baik, yaitu ketika seorang individu berada pada tingkat kompleksitas rendah, orang di lingkungannya harus mempunyai kompleksitas sedang. Tugas yang disajikan kepada individu misalnya, harus melibatkan beberapa negosiasi tentang aturan-aturan.

Dalam hal ini, guru dianggap sebagai agen yang bertanggung jawab untuk mengembangkan lingkungan pelatihan yang sesuai kepada siswa. Dia harus dapat menciptakan berbagai lingkungan, tergantung pada siswa dengan siapa dia bergaul. Untuk siswa tingkat konseptual rendah, guru hanya cukup mengendalikan dan mendukung secara langsung. Ketika berhadapan dengan mahasiswa tingkat konseptual tinggi, guru perlu lebih saling tergantung dan menempatkan lebih banyak beban untuk belajar pada siswa dan membantu mereka mengembangkan struktur mereka sendiri.

F. Kesimpulan

Metode pembelajaran adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam model pembelajaran ini diharapkan respon siswa terhadap pembelajaran adalah perilaku siswa yang lahir setelah mereka mengikuti pembelajaran yang berupa hasil kognitif, afektif dan psikomotor.

Cara terbaik untuk mengidentifikasi keterampilan siswa adalah dengan membiarkan mereka berlatih dengan metode dan mengamati perilaku mereka. Kita dapat mengajar jauh lebih efektif jika kita meluangkan waktu untuk mendiagnosis kemampuan siswa sehingga dapat menerapkan model pembelajaran yang baik.

Tinggalkan komentar