MENUMPAS BUDAYA KORUPSI DI INDONESIA DENGAN GHIRAH AL-QUR’AN (part 3)

Posted: 9 Februari 2010 by Miftah in Artikel, Tafsir
Tag:, ,

E. Solusi Yang Ditawarkan

Kasus-kasus korupsi yang semakin merajalela, tentunya harus segera dibasmi dengan baik, arah yang tepat, serta profesionalitas dalam penanganannya. Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat, perlu adanya solusi yang akurat sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara kebijakan-kebijakan politis dan sosial, serta tidak bercampur nilai-nilai kebenaran dengan keburukan.

Al-Qur’an meletakkan pondasi utama ajaran agama Islam pada kebajikan sosial, seperti yang diakui oleh seorang orientalis Kanada: “Sementara agama Kristen baru-baru ini bergerak terhadap kebenaran mutlak mengenai masalah sosial, Islam sudah sejak semula bergerak ke arah itu” (Fazlur Rahman, 1983: 166). Sayangnya, umat Islam menjadi terlena dan cenderung melupakan ajarannya, malah membebaskan umat agama lain mengadopsi ajaran-ajaran Islam.

Sudah sepatutnya umat Islam, khususnya di Indonesia, juga seluruh rakyat Indonesia bersatu untuk memerangi korupsi. Tindakan-tindakan korupsi yang sudah terlampau parah, menurut Prof. Dr. Syed Hussein Alatas yang dikutip oleh Budiman dalam tulisannya, hanya dapat dilawan jika rakyat bersatu, membentuk gerakan melawan pemerintahan dan masyarakat yang korup. Jika gerakan rakyat menentang korupsi begitu besar, pemerintah takkan berani menindasnya (Budiman: 96). Meskipun demikian, memerangi korupsi dengan tindakan anarkis bukan pula solusi yang tepat.

Sehubungan dengan pengaplikasian fungsi dan peranan manusia serta tujuan diciptakannya dalam kehidupan di dunia ini, kiranya perlu adanya saling memberi dan menerima antara manusia (makhluk) sebagai pelaksana misi dengan Allah (khaliq). Kebutuhan akan hal ini dirasa sangat penting, terlebih kondisi sosial masyarakat saat ini yang carut-marut. Melalui komunikasi dengan Allah lewat al-Qur’an, dimulai dari masing-masing individu, niscaya seluruh problematika hidup dan ditemukan solusinya.

Berikut adalah beberapa solusi yang dapat menjadi acuan kita dalam memerangi kasus-kasus korupsi juga berbagai problematika kehidupan saat ini:

  1. Program ishlah diri. Mengevaluasi diri sendiri merupakan konsep awal yang utama. Dimana setiap tindakan yang dilakukan berbeda dengan ucapan dan keyakinan hati merupakan perbuatan dusta yang dimiliki kaum munafik. Ibda’ bi nafsik.
  2. Membangkitkan ghirah al-Qur’an. Semangat serta motivasi al-Qur’an dalam pembentukan kesejahteraan sosial harus dimiliki oleh setiap insan yang mengharapkan hidup aman, damai, dan tentram. Tanpa mengadopsi gairah Allah yang terkandung di dalam al-Qur’an pada kehidupan di masyarakat, menjadi hambar nilai-nilai kehidupan ini tanpa ajaran Ilahi.
  3. Review isi kandungan al-Qur’an. Dalam sejarah pewahyuan, al-Qur’an belum banyak bersentuhan dengan problematika yang serba kompleks. Lain halnya dengan sekarang, dimana al-Qur’an benar-benar menghadapi tantangan yang serius. Sekompleks apapun masalahnya, al-Qur’an tetap mempunyai basis moral dan basis normatif untuk menyelesaikannya. Inilah fungsinya mengapa al-Qur’an menjelma dalam bentuknya yang global (universal). Yang perlu dilakukan, adalah bagaimana membuat al-Qur’an agar dapat bersentuhan dengan era globalisasi. Sebab, bukan al-Qur’an yang ketinggalan zaman, tetapi metodologi pemahaman al-Qur’an yang perlu diperbaiki.
  4. Implementasi isi kandungan al-Qur’an. Bukan hal yang luar biasa jika seseorang pandai menafsirkan al-Qur’an tetapi nihil dalam aplikasi nilai-nilai ajarannya. Seseorang dapat disebut perfect apabila ia berani menentang kejahatan zaman global dan mewarnainya dengan ide-ide kebajikan diiringi keluwesan dan keluasannya dalam memahami al-Qur’an, sehingga tidak hanya dirinya yang lurus sesuai konsep Islam, tetapi masyarakat sekitarnya dapat turut merasakan nikmatnya seseorang yang menjadi rahmatan lil ‘alamin.
  5. Menerapkan konsep al-dunya mazra‘atul akhirah (Dunia Ladang Akhirat). Al-Qur’an telah memerintahkan kepada manusia untuk dapat seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat (QS. Al-Qashash: 77). Artinya, kita diperbolehkan untuk mencari penghidupan di dunia ini, dengan cara apapun sesuai syariat, tetapi kita pun tidak boleh melupakan kewajiban sebagai hamba Allah yang harus menyembah dan berharap kepada-Nya. Stabilitas seperti ini sangat diperlukan guna mencegah kebablasan dalam mencari kehidupan di dunia.
  6. Memilah rezeki. Rasulullah saw. pernah bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah usahamu dalam meraih rezeki. Ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram” (HR. Ibnu Majah). Anjuran Nabi dimulai dengan perintah bertakwa kepada Allah sebelum kemudian disusul dengan perintah untuk berusaha meraih rezeki. Ini artinya bahwa usaha apa pun tidak akan berarti kalau tidak dilandasi dengan ketakwaan dan keimanan. Bagaimana orang akan meraih kebahagiaan sejati kalau apa yang ia makan, apa yang ia minum, dan apa yang ia pergunakan dalam kehidupannya berasal dari sesuatu yang tidak diridhai Allah. Karena itu, memperbaiki cara dalam meraih rezeki itu sesungguhnya yang Nabi tekankan kepada umatnya. Karena, cara inilah yang kadang-kadang kurang diperhatikan orang. Mereka cenderung mencari harta dengan segala cara, sehingga terkadang menghalalkan segala hal yang sesungguhnya dilarang oleh ajaran agama. Mereka beranggapan bahwa di masa-masa sulit seperti ini, tidak ada salahnya menggunakan jalan pintas, toh kesempatan itu ada dan terbuka lebar. Hal-hal semacam ini yang coba diwaspadai oleh Nabi.
  7. Pandai bersyukur kunci kenikmatan batiniah. Setelah mendapatkan rezeki yang dicari, langkah selanjutnya adalah mensyukuri apapun yang telah Allah berikan. Sebab, hanya dengan syukur batin kita akan diselamatkan oleh Allah dari segala keinginan yang melampaui batas. Menerima apa adanya termasuk syukur yang tiada terkira. Dan dengan syukur itulah Allah akan menambahkan nikmat-Nya kepada kita (QS. Ibrahim: 7).
  8. Berbagi harta terhadap penerima yang hak. Dalam setiap harta kekayaan yang dimiliki, sedikit atau banyaknya terdapat hak orang lain yang tentunya harus dikeluarkan (tashorruf). Allah swt. telah mengatur orang-orang yang berhak menerima sebagian dari hasil keringat kita (QS. Al-Isra: 26, Adz-Dzariyat: 19, Al-Baqarah: 177). Cara pentashorrufan harta tersebut dapat dilakukan melalui zakat, infak dan sedekah.
  9. Membasmi praktek korupsi pada berbagai sektor. Setelah melalui tahap yang cukup panjang tersebut, dengan jiwa yang bersih, teladan yang baik, barulah kita mulai membasmi korupsi. Dengan cara seperti ini, diharapkan tidak hanya koruptor yang ditangkap, tetapi dirinya pun tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Dan tentunya, kita sebagai pemberantas korupsi tidak bertindak dengan tindakan korupsi pula. Korupsi yang sudah sedemikian membudaya di Indonesia, baik di tingkat pemerintahan pusat hingga daerah, departemen-departemen, ormas-ormas, lembaga-lembaga pendidikan, harus secara bertahap dihilangkan.

Khatimah

Korupsi yang sudah menjadi wabah dan berakar di pelbagai negara tentunya bukan hal yang mudah dalam memeranginya. Perlu tahapan-tahapan yang baik dan sempurna agar praktek korupsi tidak hanya hilang, tapi tidak terjadi kembali di masa mendatang.

Tahapan-tahapan tersebut dapat dicapai dengan kembali menyandarkan diri kepada Allah sebagai Sang Penguasa alam serta menyadari sepenuhnya tujuan manusia diciptakan di alam dunia ini, yakni sebagai khalifah. Tuntunan kekhalifahan sudah Allah jelaskan ratusan abad yang lalu di dalam al-Qur’an. Hanya kemauan masing-masing pribadi manusia yang dapat menuntunnya kembali pada hidayah Allah swt.

Wallahu a’lam bishshowab.

* * *

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemahnya, Departemen Agama RI, 1978.

Ahmad Mushtafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz 2, Dar al-Fikr, tth.

Al-Ghazali, Benang Tipis Antara Halal dan Haram, Surabaya: Putra Pelajar, 2002.

Budiman Tanuredjo, Setengah Hati Memerangi Korupsi dalam Demokrasi, Kekerasan, Disintegrasi, Jakarta: Kompas, 2001.

Daniel Kaufmann, Aart Kraay, and Massimo Mastruzzi, Governance Matters III: Governance Indi­cators for 1996‑2002, 2003.

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid (terj.), Juz 3, Semarang: Asy-Syifa, 1990.

Muhammad Fazlur Rahman Anshari, Konsepsi Masyarakat Islam Modern, Bandung: Risalah, 1983.

Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, Surakarta: Era Intermedia, 2003.

____________________________________________

Sebelumnya :

MENUMPAS BUDAYA KORUPSI DI INDONESIA DENGAN GHIRAH AL-QUR’AN (part 1)

MENUMPAS BUDAYA KORUPSI DI INDONESIA DENGAN GHIRAH AL-QUR’AN (part 2)

Tinggalkan komentar